Solana vs Ethereum: Mana Blockchain yang Lebih Cepat?

Sekilas tentang Ethereum
Ethereum diluncurkan pada tahun 2015 oleh Vitalik Buterin
dan kini menjadi blockchain terbesar kedua setelah Bitcoin. Fungsi utamanya
bukan hanya sekadar menyimpan transaksi, melainkan juga mendukung smart
contract serta decentralized applications (dApps).
Namun, salah satu kelemahan Ethereum klasik adalah
keterbatasan skalabilitas. Pada masa sebelum pembaruan Ethereum 2.0,
jaringan ini hanya mampu memproses sekitar 15–30 transaksi per detik (TPS).
Angka ini tergolong rendah jika dibandingkan dengan permintaan tinggi dari
aplikasi DeFi, NFT, maupun game berbasis blockchain. Akibatnya, biaya gas (fee)
sering melonjak tajam saat jaringan padat.
Dengan hadirnya Ethereum 2.0 melalui mekanisme Proof-of-Stake
(PoS), kapasitas jaringan diharapkan meningkat. Selain itu, solusi Layer
2 seperti Arbitrum, Optimism, dan zk-Rollups juga hadir untuk mempercepat
pemrosesan. Walau begitu, kecepatan dasar Ethereum tetap kalah dibanding
beberapa blockchain generasi baru.
Sekilas tentang Solana
Solana lahir pada tahun 2020 dan langsung mendapatkan
sorotan berkat klaim kecepatannya yang luar biasa. Blockchain ini menggunakan
kombinasi unik antara Proof-of-History (PoH) dan Proof-of-Stake (PoS).
Dengan mekanisme tersebut, Solana mampu mencapai kecepatan
hingga 65.000 TPS pada kondisi ideal dengan biaya transaksi yang sangat
murah, biasanya di bawah $0,01 per transaksi. Keunggulan ini membuat
Solana disebut-sebut sebagai “Ethereum Killer,” meski julukan tersebut masih
diperdebatkan.
Selain itu, Solana dikenal ramah bagi developer karena
mendukung pembuatan dApps, DeFi, dan NFT marketplace dengan pengalaman pengguna
yang cepat dan efisien. Tidak heran, banyak proyek baru yang lahir langsung di
atas Solana, seperti Serum dan Magic Eden.
Solana vs Ethereum: Perbandingan Kecepatan
- Transaksi
per Detik (TPS)
- Ethereum
(PoW lama): 15–30 TPS.
- Ethereum
setelah upgrade PoS: lebih stabil, namun rata-rata masih puluhan hingga
ratusan TPS di layer dasar.
- Solana:
ribuan hingga puluhan ribu TPS, jauh lebih unggul dalam hal throughput.
- Finalitas
Transaksi
- Ethereum:
butuh waktu sekitar 13–15 detik untuk memvalidasi satu blok. Dengan Layer
2, finalitas bisa lebih cepat.
- Solana:
finalitas transaksi dapat tercapai dalam 400–500 milidetik, mendekati
waktu real-time.
- Biaya
Transaksi
- Ethereum:
biaya gas fluktuatif, bisa mencapai beberapa dolar hingga puluhan dolar
saat jaringan sibuk.
- Solana:
biaya sangat rendah, biasanya tidak lebih dari $0,01.
- Stabilitas
Jaringan
- Ethereum:
terkenal stabil dengan infrastruktur matang. Jarang mengalami downtime
meski transaksi padat.
- Solana:
pernah beberapa kali mengalami outage atau berhenti beroperasi
karena masalah teknis pada konsensus. Hal ini menimbulkan keraguan soal
keandalannya jangka panjang.
Faktor Lain yang Perlu Dipertimbangkan
- Desentralisasi
Ethereum memiliki ribuan node validator yang tersebar di seluruh dunia. Hal ini membuatnya lebih terdesentralisasi dibanding Solana, yang jumlah nodenya relatif lebih sedikit. - Ekosistem
Ekosistem Ethereum jauh lebih matang, dengan ribuan proyek DeFi, NFT, dan DAO yang berjalan di dalamnya. Solana masih berkembang pesat, tetapi skalanya belum sebesar Ethereum. - Adopsi
Developer
Ethereum memiliki basis developer terbesar di dunia blockchain. Sementara itu, Solana semakin menarik perhatian developer baru berkat kecepatannya, meski masih kalah dalam jumlah komunitas.
Jadi, Mana yang Lebih Cepat?
Jika berbicara murni soal kecepatan transaksi,
jawabannya jelas: Solana lebih cepat dibanding Ethereum. Dengan TPS yang
jauh lebih tinggi dan biaya yang sangat rendah, Solana unggul dalam performa
teknis.
Namun, kecepatan bukanlah satu-satunya faktor yang
menentukan keberhasilan sebuah blockchain. Ethereum tetap menjadi pilihan utama
berkat desentralisasi yang kuat, stabilitas jaringan, serta ekosistem aplikasi
yang sangat besar.
Kesimpulan
Perbandingan Solana vs Ethereum dalam hal kecepatan
menunjukkan bahwa Solana memang menawarkan performa jauh lebih tinggi. Meski
begitu, Ethereum tetap unggul dari sisi keamanan, desentralisasi, dan ekosistem
yang mapan.
Bagi pengguna atau developer yang membutuhkan biaya rendah
dan transaksi super cepat, Solana bisa menjadi pilihan tepat. Sementara itu,
bagi mereka yang mengutamakan stabilitas, adopsi luas, serta ekosistem matang,
Ethereum masih menjadi raja di dunia blockchain.
Pada akhirnya, kedua jaringan ini bisa saling melengkapi.
Masa depan blockchain kemungkinan besar tidak hanya dikuasai satu pemain,
melainkan kolaborasi antara berbagai jaringan dengan keunggulan masing-masing.
Posting Komentar