ZMedia Purwodadi

Peta Regulasi Kripto Indonesia: Dari Bappebti ke OJK

Table of Contents
Kriptokarensi.com - Aset digital, khususnya kripto, telah berkembang pesat di Indonesia selama lima tahun terakhir. Namun seiring perkembangan itu, muncul kebutuhan mendesak untuk memperjelas regulasi agar industri tumbuh secara sehat dan aman. Pemerintah Indonesia merespons dengan sejumlah regulasi penting — mulai dari aturan Bappebti hingga kini diawasi langsung oleh OJK.

Artikel ini menguraikan bagaimana evolusi regulasi kripto di Indonesia terjadi, apa saja dasar hukum yang berlaku, serta bagaimana fase transisi diawasi oleh otoritas yang berbeda.


Kripto


1. Definisi Kripto dalam Konteks Regulasi

Sebelum membahas regulasi, penting untuk memahami bahwa aset kripto di Indonesia bukan alat pembayaran yang sah, melainkan komoditas digital yang dapat diperdagangkan. Hal ini ditegaskan dalam:

  • UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, yang menyebut bahwa satu-satunya alat pembayaran sah adalah rupiah.
  • Surat Bank Indonesia yang menolak penggunaan kripto untuk pembayaran.

Namun, kripto diakui sebagai aset digital berbasis blockchain yang dapat diperdagangkan secara legal melalui bursa berizin.

Kripto

2. Kerangka Hukum Kripto Sebelum 2025

a. Permendag dan Peraturan Bappebti

Pada awalnya, regulasi kripto berada di bawah naungan Kementerian Perdagangan melalui Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi). Berikut tonggak hukumnya:

  • Permendag No. 99 Tahun 2018: Mengakui aset digital kripto sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka.
  • Peraturan Bappebti No. 8 Tahun 2021: Menetapkan tata cara penyelenggaraan perdagangan fisik aset kripto.
  • Peraturan Bappebti No. 13 Tahun 2022: Mengatur daftar jenis aset kripto yang legal untuk diperdagangkan.

Dalam periode ini, kripto hanya dapat diperdagangkan di platform/bursa yang telah memperoleh izin dari Bappebti, seperti Tokocrypto dan Indodax.

Kripto

3. Peralihan Pengawasan: UU P2SK dan OJK

Titik balik regulasi kripto di Indonesia terjadi dengan disahkannya:

  • UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK)

Pasal dalam UU ini menyebut bahwa pengawasan aset keuangan digital, termasuk kripto, akan dialihkan dari Bappebti ke OJK dalam waktu dua tahun.

Langkah ini diperkuat melalui:

  • PP No. 49 Tahun 2024

Menetapkan ketentuan teknis peralihan pengawasan, termasuk aspek perlindungan investor dan penyusunan standar teknis penyelenggara kripto.


4. POJK 27/2024: Regulasi Baru di Era OJK

Sejalan dengan amanat UU P2SK, OJK resmi mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 27 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital Termasuk Aset Kripto (AKD/AK).

Isi Penting POJK 27/2024:

  • Mulai 10 Januari 2025, pengawasan aset kripto beralih ke OJK.
  • OJK akan menyusun regulasi teknis untuk pelaku usaha kripto: bursa, kustodian, pialang, dan pedagang aset digital.
  • Mewajibkan pelaku untuk melakukan pendaftaran ulang dan pelaporan keuangan secara rutin.
  • OJK juga memperkenalkan pendekatan baru berbasis “fit and proper test” bagi direksi dan pengurus entitas kripto.

📄 Referensi: POJK 27 Tahun 2024 – OJK


5. Tantangan Transisi: Dari Bappebti ke OJK

Transisi pengawasan dari Bappebti ke OJK bukan tanpa tantangan. Beberapa isu penting yang muncul:

  • Standar berbeda antara regulasi perdagangan komoditas (Bappebti) dan pengawasan jasa keuangan (OJK).
  • Adaptasi sistem pengawasan yang lebih kompleks, termasuk pelaporan rutin dan uji kelayakan kepemimpinan.
  • Kesiapan pelaku industri kripto untuk memenuhi regulasi baru.

Namun, OJK menegaskan bahwa masa transisi ini akan berlangsung secara bertahap dan tidak menghentikan operasional entitas yang sudah terdaftar.


6. Perlindungan Konsumen dan Keamanan Investasi

Salah satu alasan utama peralihan pengawasan ke OJK adalah kebutuhan untuk:

  • Meningkatkan perlindungan konsumen, termasuk edukasi risiko kripto.
  • Menjamin kestabilan sistem keuangan, mengingat volume perdagangan kripto telah menyentuh triliunan rupiah.
  • Mendorong transparansi dan keamanan platform aset digital, termasuk penggunaan wallet terverifikasi, smart contract audit, dan pelaporan penipuan.

7. Kesimpulan: Regulasi Semakin Jelas, Peluang Semakin Terbuka

Peta regulasi kripto di Indonesia kini semakin jelas. Dengan berpindahnya pengawasan ke OJK, industri kripto Indonesia diharapkan semakin aman, transparan, dan inklusif.

Catatan: Seluruh pelaku usaha kripto di Indonesia wajib menyesuaikan diri dengan regulasi POJK 27/2024 paling lambat awal tahun 2025.

 

Posting Komentar