Peta Jalan Regulasi Kripto di Indonesia: Dari Larangan ke Legalisasi Bertahap
![]() |
Kripto |
1. Sejarah Singkat Regulasi Kripto di Indonesia
Pada awal kemunculannya, aset kripto seperti Bitcoin
dianggap sebagai alat pembayaran ilegal oleh Bank Indonesia. Pada tahun 2014,
BI mengeluarkan peringatan keras bahwa Bitcoin bukan alat pembayaran yang
sah di Indonesia. Namun, seiring waktu, pendekatan pemerintah berubah.
Pada 2019, melalui Peraturan Bappebti No. 5 Tahun 2019, kripto mulai diakui sebagai komoditas yang bisa diperdagangkan di bursa berjangka. Ini menjadi tonggak penting karena memberikan kepastian hukum pertama bagi para pelaku pasar aset digital.
![]() |
Kripto |
2. OJK, Bappebti, dan Siapa yang Berwenang?
Salah satu tantangan utama dalam regulasi kripto di
Indonesia adalah dualisme otoritas. Di satu sisi, Bappebti (di bawah
Kementerian Perdagangan) menangani aspek perdagangan aset kripto sebagai
komoditas. Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai apakah aset
digital ini bisa menjadi bagian dari sistem keuangan atau investasi formal.
Hal ini sempat membingungkan masyarakat. Namun, sejak diberlakukannya POJK 27 Tahun 2024, OJK mulai mengambil peran lebih aktif dalam mengatur penyelenggaraan perdagangan aset keuangan digital, termasuk kripto.
![]() |
Kripto |
3. POJK 27 Tahun 2024: Tonggak Baru Kripto di Indonesia
Pada awal 2024, OJK merilis Peraturan OJK No. 27 Tahun
2024 yang menegaskan kripto sebagai bagian dari aset keuangan digital
(AKD). Regulasi ini menyentuh aspek:
- Persyaratan
penyelenggara perdagangan aset digital
- Kewajiban
perlindungan konsumen
- Standar
keamanan dan transparansi sistem perdagangan
- Sinkronisasi
lintas lembaga
Dengan regulasi ini, kripto tidak hanya dianggap sebagai
komoditas, tetapi mulai masuk ke ranah sistem keuangan formal. Dampaknya
signifikan terhadap potensi inovasi di sektor fintech, investasi digital, dan
tokenisasi aset.
4. Dampak terhadap Investor dan Pelaku Industri
Para investor ritel kini mendapatkan perlindungan hukum
yang lebih jelas, termasuk hak untuk mendapatkan informasi transparan dan
akses ke mekanisme penyelesaian sengketa. Di sisi lain, perusahaan aset kripto
wajib:
- Memiliki
izin resmi
- Menyediakan
laporan audit
- Menjalankan
prinsip KYC (Know Your Customer) dan AML (Anti Money Laundering)
Hal ini mendorong profesionalisme industri dan membatasi
praktik spekulatif yang merugikan investor.
5. Tantangan Implementasi dan Celah Hukum
Meskipun regulasi telah berkembang, masih ada sejumlah
tantangan seperti:
- Ketidaksesuaian
antara pendekatan Bappebti vs OJK
- Kurangnya
edukasi hukum di kalangan pelaku UMKM kripto
- Risiko
hukum atas proyek tokenisasi lokal yang belum jelas klasifikasinya
Kasus token lokal tanpa whitepaper atau audit independen
masih marak, dan ini menunjukkan perlunya penegakan hukum yang lebih tegas.
6. Studi Banding: Bagaimana Negara Lain Mengatur Kripto?
Sebagai referensi, beberapa negara lain memiliki pendekatan
berbeda:
- AS
(SEC & CFTC): Pendekatan berbasis hukum sekuritas, banyak kasus
hukum terkait klasifikasi token
- Singapura
(MAS): Fokus pada inovasi keuangan dengan regulasi sandbox
- Uni
Eropa (MiCA): Pendekatan menyeluruh pada stablecoin, token utility,
dan platform perdagangan
Indonesia bisa belajar dari mereka untuk menyusun kerangka
hukum yang adaptif dan kolaboratif.
7. Masa Depan Regulasi Kripto di Indonesia
Kecenderungan global menunjukkan bahwa kripto tidak bisa
lagi diabaikan. Di Indonesia, masa depan regulasi bisa diarahkan pada:
- Integrasi
kripto ke dalam sistem keuangan nasional secara legal
- Dukungan
terhadap Central Bank Digital Currency (CBDC) yang dikeluarkan BI
- Adanya
peraturan pajak yang progresif namun adil
Industri kripto
nasional perlu terus mendorong dialog terbuka dengan regulator, akademisi, dan
pelaku pasar agar kebijakan yang muncul tidak menghambat inovasi.
Penutup: Saatnya Bersiap, Regulasi Akan Semakin Ketat
Kripto di Indonesia telah menempuh perjalanan panjang: dari
status ilegal, menjadi komoditas, hingga kini mulai diakui sebagai bagian dari
ekosistem keuangan digital. Masyarakat, investor, dan pelaku industri perlu
lebih siap menghadapi regulasi yang akan semakin kompleks dan ketat.
Namun, dengan transparansi, edukasi, dan partisipasi aktif,
Indonesia punya potensi menjadi salah satu pusat aset digital terbesar di
Asia Tenggara.