ZMedia Purwodadi

Memecoin Lokal Kian Dilirik, Komunitas Jadi Senjata Utama

Table of Contents
Kriptokarensi.com - Tren memecoin kembali menggeliat di Indonesia. Sejak awal 2025, beberapa token berbasis komunitas lokal mulai unjuk gigi, baik dari sisi volume transaksi maupun percakapan sosial media. Fenomena ini membuktikan bahwa daya tarik memecoin tidak sekadar pada fundamental, tetapi juga pada kekuatan narasi dan keterlibatan komunitas.

Kripto


Komunitas Telegram Kembali Hidup

Komunitas Telegram yang selama ini dianggap mati suri, kini bangkit kembali. Beberapa grup memecoin seperti $IndoShiba, $Jancoin, dan $RupiahDoge mengalami lonjakan keanggotaan. Rata-rata grup ini menambah 200–500 anggota baru per minggu. Admin komunitas @CryptoMasBro menyebut tren ini mulai terasa sejak awal Mei.

"Ada gelombang pengguna baru, khususnya dari TikTok dan komunitas saham yang mulai tertarik kripto. Mereka nyari coin yang relatable dan punya rasa lokal," ujarnya.

Lonjakan ini juga memicu diskusi di platform X, di mana topik memecoin lokal beberapa kali masuk trending, bersaing dengan proyek internasional seperti $PEPE atau $WIF.

Kripto

Data Dexscan: Volume Meningkat 3x Lipat

Data dari Dexscan menunjukkan lonjakan volume transaksi untuk token-token lokal. Dalam seminggu terakhir, $IndoShiba mencatatkan volume sebesar USD 210.000—naik tiga kali lipat dibanding bulan sebelumnya. Lonjakan ini sebagian besar datang dari DEX berbasis BNB Chain dan Solana.

Hal ini diamini oleh Arief Gunawan, analis DeFi yang aktif memantau proyek di Asia Tenggara.

“Memecoin lokal memang berisiko, tapi kalau dikemas sebagai culture-based movement, justru punya peluang viral. Di Indonesia, cerita dan komunitas lebih penting daripada tokenomics,” jelasnya.

Cerita Dibalik Token: Meme, Kritik, dan Identitas

Salah satu nilai tambah dari memecoin lokal adalah narasi yang dibawa. Tidak hanya lucu-lucuan, beberapa token seperti $JKTBull membawa kritik sosial dalam bentuk meme. Token ini misalnya merespon isu mahalnya biaya hidup di kota besar, dengan ilustrasi tokoh "Bull" yang kerja keras tapi tetap miskin.

Sementara itu, token seperti $DurenSwap mengandalkan identitas lokal: logo buah durian, interface bercita rasa UI warnet tahun 2000-an, dan komunitas Twitter yang hanya menggunakan bahasa Jaksel.

Inilah diferensiasi yang jarang ditawarkan oleh memecoin internasional. Bagi banyak investor muda, token seperti ini memberi rasa memiliki dan hiburan—dua hal yang menjadi kunci daya tarik kripto saat ini.

Kripto

Perspektif Developer Lokal

Kami juga berbincang dengan seorang developer anonim dari komunitas $Jancoin yang hanya menyebut dirinya “Mas Jankrik”. Ia menyebut proyeknya berangkat dari frustrasi melihat banyak proyek luar yang memanfaatkan FOMO tanpa kontribusi ke komunitas.

“Kami bikin smart contract sendiri, desain sendiri, dan pengembangan roadmap bareng komunitas. Tidak ada VC. Semua dari nol. Ini seperti balik ke semangat awal kripto—desentralisasi dan fun,” katanya melalui pesan Telegram.

Ia menambahkan bahwa tantangan terbesar adalah meyakinkan pengguna untuk tidak hanya fokus pada profit jangka pendek, tapi membangun komunitas yang tahan lama.

Fenomena TikTok & Narasi Viral

Platform seperti TikTok juga memainkan peran penting dalam menyebarkan awareness memecoin lokal. Video dengan tagar #kriptoindo dan #memecryptoID telah ditonton lebih dari 2 juta kali hanya dalam sebulan.

Salah satu video viral memperlihatkan seseorang membeli $JKTBull lalu naik motor sambil menyetel lagu dangdut versi EDM. Humor lokal seperti ini terbukti jauh lebih engage daripada video chart analisis.

Kreator konten seperti @KriptoKocak menyebut bahwa pendekatan yang ringan dan relate secara budaya sangat ampuh untuk menjangkau Gen Z.

Regulasi Masih Jadi Tanda Tanya

Meski tren ini positif, tidak bisa dipungkiri bahwa memecoin masih berada di area abu-abu secara regulasi. Beberapa token belum terdaftar di bursa kripto lokal dan tidak memiliki badan hukum yang jelas. Ini membuat investor harus ekstra hati-hati.

Namun, beberapa komunitas mencoba mematuhi regulasi dengan mendaftarkan proyeknya di marketplace lokal dan mengadopsi fitur-fitur anti-scam, seperti verifikasi kontrak dan liquidity lock.

Pakar hukum fintech, Ratna Yuwita, menyebut bahwa sejauh proyek memecoin tidak menjanjikan profit atau return, maka mereka bisa dikategorikan sebagai "komunitas digital" alih-alih instrumen keuangan.

“Hukum tidak melarang komunitas membentuk identitas digital. Tapi begitu masuk aspek penggalangan dana publik, maka harus tunduk pada regulasi OJK dan Bappebti,” jelasnya.

Kripto News Semakin Ramai dengan Konten Lokal

Bagi pembaca yang ingin mengikuti perkembangan seperti ini secara rutin, kini tersedia berbagai kanal lokal seperti kripto news yang mulai mengangkat konten berbasis Indonesia. Tidak hanya berita global, tapi juga liputan komunitas, edukasi dasar, hingga proyek lokal yang jarang disorot media besar.

Media seperti ini menjadi jembatan antara pembaca awam dan dunia kripto yang kompleks. Terlebih bagi pemula, menemukan berita yang mudah dicerna dan relevan secara budaya sangat penting untuk onboarding ke dunia Web3.

Apa Selanjutnya?

Tren memecoin lokal belum akan padam dalam waktu dekat. Dengan adopsi kripto yang kian meluas, komunitas menjadi salah satu aspek terpenting dalam keberhasilan proyek. Proyek yang mampu membangun identitas, humor, dan interaksi sosial memiliki peluang besar untuk bertahan, bahkan bersaing secara global.

Namun, investor juga perlu meningkatkan literasi, agar tren ini tidak sekadar menjadi gelombang sesaat. Seperti kata Mas Jankrik:

“Token bisa naik turun, tapi komunitas itu yang bikin kripto jadi hidup.”