ZMedia Purwodadi

Efek Perang Iran Israel Terhadap Crypto: Volatilitas, Reaksi Pasar, dan Pandangan Pelaku Industri

Daftar Isi
Kriptokarensi.com - Ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel tidak hanya mengguncang pasar energi dan keuangan tradisional, tetapi juga memberikan dampak signifikan terhadap pasar aset digital, terutama cryptocurrency. Dalam sepekan sejak konflik terbuka meletus, harga Bitcoin (BTC) menunjukkan volatilitas yang tinggi, memicu kepanikan di kalangan investor jangka pendek dan sekaligus membuka peluang akumulasi di mata pelaku jangka panjang.

Menurut data dari CoinMarketCap, harga Bitcoin sempat anjlok 7,3% dalam dua hari setelah eskalasi pertama terjadi di perbatasan Israel-Iran. Meski berhasil memulihkan sebagian nilainya dalam waktu singkat, tekanan geopolitik tetap menjadi faktor yang menahan momentum bullish crypto secara umum.


Kripto


Reaksi Awal Pasar Kripto: Sentimen Risk-Off dan Korelasi dengan Emas

Pasar crypto dikenal sensitif terhadap berita makroekonomi dan geopolitik, terutama ketika menyangkut konflik militer. Dalam situasi ini, terjadi pergeseran dari aset berisiko tinggi seperti crypto ke aset safe haven seperti emas. Harga emas spot naik 3,2% dalam tiga hari pertama setelah serangan drone di wilayah Iran diberitakan.

Menurut analisis dari firma QCP Capital yang dikutip Investing.com, pasar crypto kini cenderung “mengikuti arah emas” ketika terjadi eskalasi militer, bukan bergerak sebagai aset independen seperti dulu.

Hal ini juga diamini oleh Yudha Pratama, analis pasar dari Tokocrypto:

“Perang skala besar seperti ini memperlihatkan bahwa Bitcoin belum sepenuhnya dianggap sebagai safe haven seperti emas. Para trader justru keluar dari posisi crypto dan mengalihkan portofolio ke aset konvensional saat gejolak meningkat.”

Namun demikian, Yudha menambahkan bahwa pemulihan yang cepat setelah penurunan awal menandakan pasar masih memiliki kepercayaan jangka panjang terhadap Bitcoin dan aset digital lainnya.

Volume Transaksi dan Perubahan Perilaku Investor

Selama minggu pertama konflik Iran-Israel mencuat, volume transaksi di bursa crypto mengalami penurunan yang cukup signifikan. Menurut laporan internal dari Tokocrypto yang kami terima, volume transaksi turun sebesar 5,4% dibandingkan pekan sebelumnya. Di sisi lain, lonjakan minat pencarian terhadap kata kunci seperti “Bitcoin safe haven” dan “crypto saat perang” di Google menunjukkan adanya peningkatan rasa ingin tahu publik.

Beberapa data menarik dari survei komunitas Tokocrypto:

  • 61% investor memilih menahan aset daripada menjual.
  • 23% melakukan aksi buy the dip pada Bitcoin dan Ethereum.
  • 16% memilih beralih ke stablecoin seperti USDT dan USDC.

Perubahan ini mencerminkan pola khas dalam krisis: investor ritel cenderung hati-hati, sementara investor berpengalaman melihat peluang beli saat sentimen negatif memuncak.

Perang Iran Israel ke Crypto: Dampak Strategis Terhadap Industri

Klik di sini untuk membaca lebih lanjut tentang perang iran israel ke crypto

Dampak dari perang Iran Israel ke crypto tidak hanya terlihat dari harga dan volume, tapi juga dari strategi jangka panjang pelaku industri. Misalnya, beberapa startup crypto mulai mengantisipasi kebijakan sanksi baru yang mungkin diterapkan terhadap wilayah Timur Tengah. Sebagaimana kita tahu, sebagian layanan crypto sebelumnya beroperasi di wilayah yang dekat atau bersinggungan dengan negara-negara tersebut.

Menurut laporan dari Chainalysis, ada lebih dari 4 juta dolar AS transaksi crypto yang tercatat masuk dan keluar dari wilayah-wilayah konflik dalam 48 jam pertama konflik berlangsung. Sebagian dari aktivitas ini diduga terkait dengan pemindahan dana darurat oleh entitas non-pemerintah untuk menghindari sistem perbankan konvensional yang rentan lumpuh saat perang.

Kripto

Pakar regulasi crypto dari CoinDesk, Jack Martin, menyebut bahwa:

“Konflik Iran-Israel dapat menjadi katalis munculnya kebijakan baru di sektor crypto, terutama dalam hal pengawasan cross-border transaction dan identitas pengguna.”

Perusahaan seperti Binance dan OKX pun mulai memperketat sistem verifikasi KYC untuk pengguna dari kawasan tertentu, demi mematuhi ketentuan internasional terkait sanksi dan anti-pendanaan terorisme.

Perspektif Investor Lokal dan Adaptasi Komunitas

Di Indonesia, komunitas kripto menunjukkan adaptasi cepat. Di media sosial dan grup diskusi seperti Telegram dan Discord, diskusi beralih dari topik meme coin dan airdrop ke pembahasan risiko geopolitik dan strategi lindung nilai.

Salah satu investor aktif asal Surabaya, Andre Wicaksono, mengungkapkan:

“Saya justru menambah posisi BTC waktu turun akibat berita perang. Menurut saya, saat dunia takut, adalah saat terbaik untuk mengumpulkan aset terbatas seperti Bitcoin.”

Strategi seperti ini sejalan dengan filosofi investor legendaris Warren Buffett: “Be greedy when others are fearful.” Andre percaya bahwa Bitcoin akan tetap menjadi alternatif penyimpan nilai meski belum menyamai status emas.

Di sisi lain, banyak juga pengguna pemula yang memilih wait-and-see. Beberapa platform edukasi seperti Kriptoversity bahkan menyelenggarakan webinar khusus bertema “Strategi Menghadapi Perang Iran Israel dalam Investasi Crypto”.


Kripto

Kesiapan Regulator dan Saran Ahli

Dalam situasi global yang tidak menentu, penting bagi investor untuk memperhatikan kebijakan lokal. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) belum mengeluarkan pernyataan khusus terkait perang, namun mengimbau investor agar tidak melakukan aksi spekulatif berlebihan.

Ratih Lestari, dosen ekonomi digital dari Universitas Paramadina, memberikan pandangannya:

“Konflik militer yang berlarut bisa mengarah pada resesi global atau pengetatan likuiditas. Pasar crypto yang sangat bergantung pada aliran modal bisa tertekan. Namun bagi yang siap jangka panjang, kondisi ini justru peluang.”

Ratih menyarankan agar investor tidak terlalu fokus pada harga jangka pendek, melainkan memperhatikan fundamental aset dan mengatur portofolio sesuai profil risiko.