Bagaimana Dampak Perang Iran-Israel ke Pasar Crypto: Volatilitas, Strategi Investor, dan Proyeksi Jangka Panjang
![]() |
Kripto |
⛽ Korelasi Geopolitik: Harga
Crypto vs Ketegangan Global
Sejak awal April 2025, ketika konflik bersenjata antara Iran
dan Israel memuncak, Bitcoin sempat melonjak dari $63.000 ke $66.200 hanya
dalam waktu 24 jam, sebelum turun tajam kembali ke $60.000 dua hari kemudian.
Menurut data dari CoinMarketCap, volatilitas 7-hari Bitcoin naik 12,6% selama
periode ini—angka tertinggi sejak krisis energi 2022.
Fenomena ini mengulang pola yang sama seperti invasi Rusia
ke Ukraina. Kala itu, crypto sempat naik karena dianggap sebagai "asuransi
terhadap ketidakpastian", tapi koreksi cepat menunjukkan investor tetap
melihat Bitcoin sebagai aset berisiko ketika likuiditas global mengering.
"Pasar crypto masih sangat sensitif terhadap sentimen
global, meskipun narasi safe haven makin kuat. Banyak investor institusional
masih mengkaitkan Bitcoin dengan Nasdaq, bukan dengan emas," ujar Willy
Yanto, Head of Research Tokocrypto.
🧠Strategi Investor:
Flight to Safety atau Ambil Posisi Saat Diskon?
Tokocrypto mencatat adanya penurunan volume transaksi harian
sebesar 4,3% di minggu pertama konflik, namun peningkatan jumlah pengguna baru
naik 18%. Ini mengindikasikan bahwa investor ritel justru melihat momen krisis
sebagai peluang akumulasi.
"Kami melihat pergeseran strategi, terutama dari
investor Gen Z. Mereka membeli saat harga jatuh, bukan menjual. Mereka percaya
narasi jangka panjang tentang desentralisasi dan ketahanan crypto," lanjut
Willy.
Namun, investor institusional lebih berhati-hati.
Berdasarkan laporan dari QCP Capital yang berbasis di Singapura, beberapa hedge
fund besar memindahkan alokasi dari crypto ke logam mulia dan uang tunai
sebagai tindakan defensif. Ini menjelaskan mengapa pergerakan harga crypto
tampak "bingung" antara naik dan turun selama konflik berlangsung.
![]() |
Kripto |
📈 Peran Minyak, Inflasi,
dan Kebijakan The Fed
Salah satu efek tak langsung dari konflik Iran-Israel
terhadap crypto adalah kenaikan harga minyak. Harga Brent sempat menembus $95
per barel, yang memicu kekhawatiran inflasi global. Jika inflasi naik, maka
kemungkinan The Fed menunda pemangkasan suku bunga meningkat—dan ini buruk bagi
aset spekulatif seperti crypto.
"Selama suku bunga tinggi dipertahankan, maka biaya
memegang aset non-produktif seperti Bitcoin jadi mahal. Pasar cenderung bearish
meskipun ada gejolak geopolitik," kata analis dari Messari, Thomas
Lee.
📊 Data On-Chain: Siapa
yang Jual dan Siapa yang Beli?
Menurut Glassnode, wallet dengan saldo di bawah 1 BTC
(disebut shrimps) justru menambah kepemilikan mereka sebesar 3,1% dalam dua
minggu konflik. Sementara wallet besar (whales) dengan lebih dari 1.000 BTC
terlihat mengurangi eksposur sekitar 1,8%.
Artinya, ritel membeli, institusi menjual. Perbedaan ini
menciptakan tekanan volatil yang berlapis.
🧩 Apakah Amerika Akan
Terlibat? Implikasinya ke Crypto
Skenario memburuk jika Amerika Serikat ikut campur tangan
secara langsung. Ini bisa mengubah dinamika pasar global secara ekstrem.
Dalam laporan analisis oleh Investing.com, keterlibatan AS
akan meningkatkan risiko pasar global, mendorong aksi jual besar-besaran di
pasar saham dan crypto. Namun di sisi lain, Bitcoin bisa melonjak dalam jangka
panjang jika ketidakpastian ekonomi global berkepanjangan.
Dalam kondisi seperti ini, altcoin cenderung lebih terpukul
dibanding Bitcoin, mengingat kapitalisasi yang lebih kecil dan ketergantungan
terhadap likuiditas ritel.
![]() |
Kripto |
🛡️ Safe Haven atau Tidak:
Bitcoin vs Emas
Bitcoin sering disebut sebagai “emas digital”, tapi
performanya selama konflik justru tidak stabil. Dalam periode yang sama, harga
emas naik konsisten ke $2.450, sementara Bitcoin justru berayun antara
$59.000–$66.000.
"Perbedaan utama adalah sejarah dan persepsi. Emas
sudah dianggap aman sejak ribuan tahun. Bitcoin masih butuh waktu dan
kestabilan untuk bisa menyaingi itu," ujar ekonom kripto dari Chainalysis,
Alex Kim.
🔗 Efek Perang Iran Israel
ke Crypto (internal link)
Sebagian investor mulai mencari insight lanjutan seputar efek perang Iran Israel ke
crypto. Banyak yang mempertanyakan apakah konflik geopolitik bisa menjadi
titik balik narasi crypto sebagai pelindung nilai jangka panjang.
Website seperti Kriptokarensi.com menyediakan analisis yang
fokus pada aspek makroekonomi, teknikal, dan on-chain secara lokal, yang
relevan bagi investor Indonesia dan Asia Tenggara.
🧠Outlook Pasar: Jangka
Pendek Bearish, Jangka Panjang Netral ke Bullish
Dalam jangka pendek, konflik geopolitik cenderung
menciptakan tekanan jual karena ketakutan, aksi ambil untung, dan rotasi aset.
Namun untuk jangka panjang, investor akan kembali mempertimbangkan crypto
sebagai aset alternatif dari sistem keuangan tradisional yang rapuh terhadap
geopolitik dan inflasi.
Sebagai investor, penting untuk:
- Tidak
panik jual saat volatilitas meningkat,
- Diversifikasi
portofolio (crypto, emas, saham defensif),
- Gunakan
strategi akumulasi bertahap (DCA),
- Ikuti
analisis dari sumber kredibel seperti Kriptokarensi.com.
Bitcoin dan crypto belum sepenuhnya menjadi safe haven,
namun mereka sudah mulai mengukir tempatnya dalam peta risiko global.
Posting Komentar